Normatif?*Naryo reedited the old version on my fb notes.
Dengan asumsiKSSKPansus berpegang pada etika normatif,secara aksiologisdengan ukuran kualitas dan nilai-nilai kebaikan, tentuKSSKPansus berusaha menghadirkan kebaikan tertinggi (summum bonum). Kalaulebih deontologisdengan ukuran ketaatan pada aturan , komite ini menunaikan apa yang diyakini sebagai kewajibannya dan tunduk padaimperatif kategoris yang diyakininyastandar moral tertinggi yang ingin dicapai.Apakah summum bonum atau imperatif kategoriApa bentuk kebaikan tertinggi dan standar yang ingin dicapai itu,yang tahuhanyaSri MulyaniBambang Soesatyo danBoedionoGayus Lumbun (danTuhanFahri Hamzah) yang tahu
Kalaumerekaseperti Immanuel Kant, mereka melakukan ”kehendak baiknya” secara otonom dengan menempatkan manusia bukan sebagai sekadar alat. Tekanannya terletak pada niatnya, tidak pada konsekuensinya. Namun, mereka tidak boleh cuci tangan ala Pontius Pilatus. Mereka harus mempertanggungjawabkan keputusan dan menerima risikonya kalau salah.CendekiawanSetiap orang memang harus begitu.
Lain halnya kalauKSSKPansusmemeluk antinomianismemenganggap dirinya berada di luar hukum. Dalam hal ini,KSSKPansus memasuki proses pengambilan keputusan itu tanpa bekal norma moral apa pun. Keputusannyaad hoc, impromptu, danditentukan oleh apa yang dirasakan dan dipikirkannya ”di situ dan pada saat itu juga”. Ini bisa terjadi kalauKSSKPansusmengidap gnostisisme, yakni paham yang penganutnya mendaku memiliki adi nurani (superconscience). Merekamerasa (sok paling) tahu apa yang harus dilakukan.
Konon ketikaMiranda Goeltompendukung Pansus diberi tahu bahwaBurhanuddin Abdullah dan Anwar Nasutioncafesalemba mencelakeputusan KSSKsidang-sidang Pansus,iamereka mengatakan bahwakedua tokohbarista-barista culun itusudah berada ”di luar”tidak mengerti politik dan tidak dapat merasakan apa yang dirasakan”orang-orang dalam”rakyat kebanyakan. Kemungkinanadanya Einfuehlungempati terhadap orang lain yang notabeneberpengalaman di dunia perbankantidak tidur di kelas pengantar ekonomi dinafikan. Suasana menghadapi krisis yang sudah di depan mata(imminent crisis)akibatgagalnyapenyelamatan Century dianggap unik dan merupakan momeneksistensialyang menentukan kelangsungan hidup rakyat. Oranglainyang belajar ekonomi tidak berhak menjadi ”hakim kursi malas” yang memvonis dari posisi yang aman. Kalau benar begitu, anarkisme mewarnaikeputusan penyelamatan Centurysidang-sidang Pansus.L WilardjoSunaryo SunaryotoGuru Besar Fisika Universitas Kristen Satya WacanaOffice Boy, Cafesalemba
Wednesday, January 27, 2010
Sunaryo The Faux Editor
Our cafe's office boy, Sunaryo Sunaryoto, has had lots of spare time yesterday (Yes, Kate was not around). So, while enjoying his daily somay intake, he idly edited page four, the Opini section, of Kompas daily. This time, he did the last section of Professor Liek Wilardjo's op-ed, Etika Penyelamatan Century, Kompas, 1/26/10. He gave his editing on the paper's hard copy, as follows (in Bahasa Indonesia)*
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment